"Sejarah superkonduktor diawali dengan ditemukannya pencairan hidrogen pada temperatur 20 K oleh James Dewar pada tahun 1898,” ungkapnya.
Profesor kelahiran Purwoharjo, 17 Oktober 1969 itu menuturkan, selanjutnya, Heike Kamerlingh Onnes tahun 1908 menemukan pencairan helium pada temperatur 4,2 K. Menggunakan media helium cair inilah pada tahun 1911 Onnes menemukan superkonduktor dari bahan Hg pada T=4,2 K.
“Penemuan bahan ini diikuti dengan penemuan bahan elemental lainnya seperti Sn, dan Pb pada tahun 1913. Satu tahun setelah itu, yaitu pada tahun 1914 baru ditemukan besar-besaran seperti Jc (rapat arus kritis) dan Hc (medan kritis) bahan superkonduktor. Atas penemuannya tersebut, Kamerlingh Onnes mendapatkan hadiah Nobel pertama dalam bidang superkonduktor,” ujarnya.
Penemuan bahan superkonduktor semakin menarik dengan diamatinya suatu gejala penolakan fluks magnetik oleh Walther Meissner dan Robert Ochsenfeld pada tahun 1933. Dari penemuan tersebut, selanjutnya dikenal adanya efek Meissner, dimana bahan superkonduktor bersifat diamagnetisme sempurna.
Pada akhir 1920 hingga awal tahun 1930, W.J.De Hass dan W Meissner juga menemukan bahan superkonduktor senyawa (campounds), superkonduktor paduan (alloys). “Namun, sejauh ini, penemuan bahan superkonduktor tidak seiring dengan perkembangan teori yang dapat mendasari mekanisme fisis bahan tersebut. Baru pada tahun 1935, Fritz dan Heind London berhasil merumuskan persamaan yang mengungkapkan sifat-sifat bahan superkonduktor yang dikenal dengan persamaan London. Menyusul Vitaly Ginzburg dan Lev. Landau pada tahun 1950 mengungkapkan teori fenomologi mengenai sifat-sifat makroskopik bahan superkonduktor,” terangnya.
Penulis 25 artikel mengenai superkonduktor itu mengungkapkan, ada beberapa klasifikasi bahan superkonduktor. Antara lain, superkonduktor logam, oksida, organik, dan polimer. Sedangkan, contoh bidang aplikasi bahan superkonduktor untuk standar tegangan, 100-1.000 x lebih presisi dibanding standar tegangan konvensional. Devaisnya bekerja atas dasar sel waston. Adapula persambungan Josepshon, dapat diaplikasikan dalam devais berkecepatan sangat tinggi (pico second). Mikroelektronik (High Speed Switching Devices)/computer Josepshon. Misalnya, untuk persambungan bahan Nb N/MgO/NbN, telah digunakan dalam Josephson logic gates. Serta digunakan untuk supercomputer dan komunikasi optik.
Disamping itu, ada pula aplikasi superconducting quantum interference device, super pembangkit medan magnet yang sangat besar, transportasi darat supercepat seperti kereta maglev dengan kecepatan lebih dari 500 kilometer per jam. Di wilayah Asia, transportasi ini telah digunakan di Jepang dan Cina pada tahun 2003.
“Superkonduktor juga diaplikasikan pada akselerator partikel berukuran energi Terra yang dapat digunakan untuk menyelidiki Teori Big Bang. Selain itu, diaplikasikan pula pada transmisi daya listrik, sebuah prototipe transformer yang siap untuk diuji coba Waukesha Electric’s 5-10 MVA, dalam skala komersial 30-60 MVA,” imbuhnya.
Sumber: ujungpandangekspres.com
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Artikel /
UNM
dengan judul "Prof Eko - Ilmunya Diaplikasikan untuk Monorel Tercepat di China". Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://fisikabumi-unm.blogspot.com/2013/06/Prof-Eko---Ilmunya-Diaplikasikan-untuk-Monorel-Tercepat-di-China.html.
0 comments "Prof Eko - Ilmunya Diaplikasikan untuk Monorel Tercepat di China", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment